Catatan menyambut Musrenbang
Kabupaten Bone tahun 2013
Kepala Bappeda Bone, H.Irwansyah, didampingi Tim Project CARE International Indonesia melakukan kunjungan ke Lokasi Demplot Rumput Laut di Kel Bajoe Kab. Bone |
Badan Meteorologi
Sulawesi (level provinsi) mengkategorikan Bone sebagai “berisiko tinggi” dalam
Indeks Komposit Bencana Iklim atau CCHI (Composite
Climate Hazard Index) sesuai penghitungan kejadian bencana terkait iklim
pada tahun 2009. Proyeksi untuk tahun 2020 dan 2050 masih menggolongkan Bone
sebagai “berisiko tinggi”. CCHI merupakan hasil penghitungan kerentanan yang
dikombinasikan dengan kemampuan adaptif di tingkat kabupaten. Data
sosio-ekonomi seperti guna lahan, jenis tanaman budidaya, tingkat kemiskinan,
frekuensi bencana, dampak bencana dan lain sebagainya; beserta data geografis
seperti curah hujan, angin dan sebagainya, dipakai sebagai dasar penghitungan
kerentanan dan kapasitas adaptif.
Dampak perubahan
iklim tidak hanya menimpa Indonesia, namun juga negara-negara lain di berbagai
belahan bumi. Banjir, kekeringan, wabah penyakit, gagal panen, merupakan
beberapa dampak negatif perubahan iklim. Walaupun beberapa skenario mengenai perubahan iklim pada tingkat global
telah tersedia, namun pada tingkat lokal pengetahuan mengenai dampak perubahan
iklim pada mata pencarian penduduk masih belum tersedia
Berdasarkan hasil Penilaian Kapasitas dan Kerentanan terkait iklim (Climate Vulnerability and
Capacity Analysis-CVCA) di 10 desa pesisir, Program Adaptasi Perubahan Iklim, hasil kerjasama LSM Care
International Indonesia dengan Pemerintah Kabupaten Bone didukung oleh Uni
Eropa, menemukan bahwa mata pencarian utama masyarakat adalah perikanan, budidaya tambak,
budidaya rumput laut dan pertanian, yang sangat bergantung pada sumber daya
alam. Mereka yang bekerja di sektor-sektor ini diidentifikasi sebagai kelompok
yang rentan risiko perubahan iklim.
Komunitas yang
tinggal di lokasi program telah mengenali munculnya keganjilan pada pola cuaca
selama 12 tahun belakangan ini. Tidak dapat dipungkiri, dunia saat ini tengah
menghadapi perubahan iklim, yang sebagian penyebabnya bisa berasal dari ulah
manusia. Pada masa-masa lampau, manusia dapat memprediksi pola cuaca, namun,
masa-masa sekarang ini, cuaca sulit diprediksi.
Kapasitas
pemerintah lokal dan lembaga-lembaga lokal dalam memahami risiko-risiko
perubahan iklim masih rendah dan perlu ditingkatkan, terutama strategi yang
mengedepankan adaptasi berbasis masyarakat.
Kapasitas yang dimiliki masyarakat dalam
menangani masalah kerentanan tersebut masih terkendala oleh kemampuan sumber
daya manusia, ketersediaan sumber daya financial, sumber daya fisik dan sistem
kelembagaan.
Yang menggembirakan, mekanisme perencanaan dan
sistem penganggaran yang disusun oleh Pemerintah telah membuka ruang bagi
masyarakat termasuk kaum perempuan untuk berpartisipasi aktif dalam berbagai
tahapan proses perencanaan, termasuk memperjuangkan issu-issu perubahan iklim
meskipun harus diakui masih butuh perjuangan lebih dalam proses penentuannya
menjadi prioritas perencanaan dan penganggaran. Oleh karena itu upaya-upaya
adaptasi terhadap kondisi perubahan lingkungan perlu lebih banyak perhatian dan
pendanaan dari pemerintah.
Strategi
yang dilakukan Pemerintah dan masyarakat untuk menangani resiko bencana telah
dilakukan baik oleh Pemerintah melalui institusi yang diamanahkan untuk itu,
atau melalui upaya-upaya individu dan organisasi masyarakat sipil (OMS) bahkan
melalui gerakan bersama, namun baru sebatas upaya responsif.
“Tudang
Sipulung”, yang merupakan wadah stakeholders di bidang pertanian telah menjadi
forum pembelajaran bersama dalam menangani masalah-masalah pertanian, sehingga
patut untuk dipertahankan menjadi salah satu program andalan kabupaten dalam
menangani dampak negatif perubahan iklim.
Yang
masih perlu dilakukan sekarang ini adalah mengevaluasi dan membangun di atas
kearifan tradisional (lokal) yang sudah ada itu untuk membantu masyarakat
melindungi dan mengurangi kerentanan sumber-sumber nafkah mereka.
Namun,
bagaimanapun, satu-satunya cara bagi kita semua untuk beradaptasi terhadap
perubahan iklim adalah dengan beralih ke bentuk-bentuk pembangunan yang lebih
berkelanjutan, belajar untuk hidup dengan cara-cara yang menghargai dan serasi
dengan lingkungan hidup kita. Mulai dari desa yang paling terpencil hingga ke
perkotaan yang paling modern kita semua merupakan satu kesatuan sistem alam
yang kompleks, dan rentan terhadap berbagai kekuatan alam. Begitu iklim
berubah, kita mesti berubah pula, dengan cepat.
Selamat ber-Musrenbang. Semoga hasilnya dapat mendukung
Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah yang telah disusun secara
partisipatif.
Ditulis
oleh :
Abd.
Rahman Ramlan
District Facilitator CARE Indonesia
Posting Komentar