Judul : Implementasi Green Economy di tataran masyarakat lokal di Thailand
Oleh :
Irwansyah Syahruddin (perwakilan Pemkab Bone)
Saya
ingin mengawali tulisan dengan menyampaikan terima kasih yang tak terhingga
kepada CARE International yang telah memberangkatkan kami ke Thailand,
khususnya lokasi project BCR CC, karena ternyata banyak sekali benchmark,
praktek cerdas maupun inovasi yang dapat kami lihat, kami pelajari serta
menginspirasi kami untuk melakukan replikasi dalam pelaksanaannya di masyarakat
kabupaten Bone.
Thailand adalah salah
satu negara di Asean yang terkenal sebagai negara yang sangat menjunjung tinggi
adat budaya dan agama yang mereka anut, dan hal ini termanifestasikan dari
perilaku masyarakatnya dalam bentuk etos kerja, kejujuran, kedisiplinan serta
loyalitas terhadap Raja dan pemerintahnya yang begitu kuat.
Kesan ini tentu saja tidak
muncul secara tiba-tiba atau berbasis cerita para pendamping kami di Raksthai
tapi hal ini saya buktikan sendiri. HP saya yang teringgal di hotel dan
ditemukan oleh petugas hotel kemudian dilaporkan ke Raks Thai untuk disampaikan
ke saya.
Hal menarik lainnya
adalah kedisiplinan mereka terhadap waktu dan agenda kegiatan. Yang membuat
saya iri dan bertanya dalam hati “kapan ya negara, pemerintah dan masyarakat
kami bisa juga seperti itu?”.
Namun demikian, seperti
halnya beberapa negara di kawasan Asia lainnya, Thailand juga menyimpan beberapa
persoalan, diantaranya potensi konflik
antar warga negara dan pemerintah juga kadang terjadi. Infiltrasi budaya dari
negara lain, karena begitu massivenya pemerintah Thailand mengembangkan sektor
‘tourism’ juga menyimpan ‘bom waktu’ yang setiap saat bisa menghancurkan
pondasi utama bangunan pemerintahan Thailand yang sangat kukuh menjaga adat dan
budayanya, ditambah lagi ancaman perubahan iklim yang sangat ekstrim.
Terkait dengan beberapa
persoalan tersebut, pemerintah Thailand mulai dari level pemerintah pusat,
provinsi (changwat), kabupaten (amphe), kecamatan (thambhon) dan desa (mubhan)
telah melakukan berbagai upaya untuk mengantisipasi hal-hal tersebut. Dan
khusus mengenai adaptasi dan mitigasi dampak perubahan iklim itulah yang akan
kami uraikan sebagai “good lesson learning” selama 5 hari 4 malam selam kami
berada di Thailand.
A. Upaya
Pemerintah dan Masyarakat Lokal dalam membangun ketahanan masyarakat pesisir
untuk Climate Change sekaligus perbaikan kesejahteraan masyarakat setempat
(Kasus Provinsi Trang dan Krabi).
Berfoto bersama di depan kantor kecamatan Hadsamran Provinsi Trang |
Selasa,
20 Agustus 2013.
Kunjungan pertama peserta Cross Visit
dari Indonesia adalah Provinsi Trang, tepatnya di kantor kecamatan HADSAMRAN.
Di sini kami diterima oleh Camat dan perangkat kecamatan, serta Fasilitator
dari Raks Thai.
Pelajaran penting yang kami temui di
sini adalah kebersamaan yang dibangun antara Pemerintah dengan Fasilitator BCR
CC Thailand yang sudah terbangun dengan baik, sehingga Program BCR CC di
kecamatan ini telah memberi dampak terhadap pengelolaan potensi alam setempat
untuk ketahanan masyarakat pesisir, bukan hanya untuk mengantisipasi Climate
Change tetapi juga untuk menambah pendapatan masyarakat, dalam bentuk
pengelolaan mangrove yang setidaknya memiliki dua fungsi yakni mengantisipasi
erosi dan intrusi air laut dan yang kedua untuk menambah pendapatan masyarakat,
di mana di lokasi mangrove juga dijadikan lokasi budidaya ikan, udang dan
kepiting.
Khusus untuk lokasi mangrove masyarakat,
penataannya diatur oleh pemerintah. Mereka boleh menebang pohon tapi atas
seizin pemerintah kecamatan dan Desa, tetapi setelah itu diharuskan menanam 5
batang pohon bakau di sekitarnya, di mana bibitnya sudah disiapkan pemerintah
di area tersebut. Begitu pula dengan komoditi lainnya bisa dinikmati warga.
Di kecamatan HADSAMRAN, kami juga
mengunjungi salah satu lokasi Crab Bank atau tempat budidaya dan restorasi
kepiting milik kelompok masyarakat yang berada di pesisir laut. Adapun yang
menarik di lokasi ini adalah inisiatif masyarakat untuk melestarikan kepiting
(jenis rajungan) agar tidak mengalami kepunahan serta menjaga wilayah pesisir
mereka dari tindakan pihak luar untuk melakukan ilegal fishing.
Di desa tersebut (lokasi Crab Bank) ada
satu kelompok masyarakat yang melakukan upaya penangkaran bibit kepiting,
mengatur nelayan untuk tidak menjual kepiting bertelur serta menjaga ekosistem
lingkungan setempat untuk menambah pendapatan masyarakatnya.
Berdiskusi dengan Komunitas Tasay dan Tha Kam Sub District-Mangrove Managemen Station |
Setelah mengunjungi tiga lokasi di
kecamatan HADSAMRAN. Selanjutnya kami berpindah ke Kecamatan TASAY untuk menemui kelompok warga yang
melakukan Managemen Advokasi, pendidikan dan penyadaran sekaligus melakukan
aktivitas pelestarian mangrove di desanya.
Di tempat ini atas inisiatif warga
dibantu oleh beberapa lembaga international, nasional dan lokal, mereka telah
memiliki sanggar tempat belajar tentang mangrove yang pesertanya dari semua
kalangan.
Di kelompok yang beranggotakan 12 orang
ini, bukan hanya kamu laki-laki terlibat tetapi juga ada beberapa kaum
perempuan. Yang menarik di kelompok ini adalah mereka sudah sangat menyadari
ancaman perubahan iklim yang kemudian mendorong mereka untuk membangun
ketahanan pesisir melalui pelestarian mangrove dan hal ini sudah mulai
diwariskan ke generasi berikutnya dengan mengajari kalangan anak-anak dan
remaja akan pentingnya menjaga lingkungan untuk tetap survive sekaligus
(lagi-lagi) menambah kemampuan ekonomi keluarga.
Dengan jumlah anggota yang sangat
terbatas dan jumlah warga yang juga terbatas, mereka telah mampu menanami
lokasi yang pernah terkena dampak tsunami seluar 3,2 hektar, dan selanjutnya
sudah menyiapkan pembibitan untuk beberapa species mangrove guna menyelesaikan
target konservasi mereka seluar 32 hektar lagi.
Pelajaran penting lainnya yang kami
dapatkan di tempat ini adalah adanya inisiatif lokal yang menjadi penggerak
perubahan, yang menurut beberapa rekan peserta, kalau di Indonesia mereka layak
dapat kalpataru.
Rabu,
21 Agustus 2013
Hari ketiga kami di Thailand adalah
melanjutkan perjalanan ke provinsi KRABI. Sebuah provinsi di selatan Thailand
yang wilayahnya sangat eksotik, penduduknya sangat bersahabat. Provinsi KRABI
adalah provinsi di Thailand dengan penduduk Muslim terbesar. Provinsi ini juga
merupakan salah satu destinasi wisata utama di Thailand, tak heran bila kita
jalan-jalan di sekitar Kota Aonang-salah satu wilayah pesisir di Krabi, banyak
sekali ditemui turis yang berkeliaran.
Kunjungan di provinsi KRABI diawali di
kecamatan KHLONG YANG, sebuah kecamatan yang hampir 98 % penduduknya Muslim.
Pertemuan kami dengan warga desa juga sangat menarik karena dilakukan di tengah
perkebunan sawit. Di desa ini kami melihat aktivitas warga menanam mangrove
untuk mencegah erosi air laut yang telah menenggelamkan sebagian wilayah dan
mengancam kehidupan serta mata pencaharian masyarakat yang didominasi
perkebunan sawit dan pertambakan.
Mendapatkan penjelasan mengenai gambaran project mangrove restoration dari komunitas Klongyang sub district |
Pelajaran penting yang kami dapat adalah
bahwa masyarakat sudah sangat menyadari akan terjadinya Climate Change serta
dampaknya bagi keberlanjutan kehidupan mereka, sehingga mereka tergerak untuk
bahu membahu melakukan segala daya upaya untuk mengatasi hal tersebut dan
pemerintah setempat sangat mendukung hal tersebut sehingga terjadi sinergi di
tambah lagi keberadaan Program BCR CC yang kemudian melengkapi berbagai upaya
tersebut.
Satu hal lagi yang saya yakin sangat
jauh berbeda dengan kita di Indonesia, bahwa masyarakat sangat memahami “bahwa
pelestarian lingkungan berdampak sangat penting bagi perbaikan pendapatan
keluarga mereka”.
Berfoto bersama di lokasi project mangrove restoration di Klongyang subdistrict |
Selepas pertemuan di tengah hutan sawit,
kami melanjutkan ramah tamah di pusat kegiatan masyarakat. Di tempat ini, di
samping tersedia sanggar kegiatan belajar masyarakat, juga terdapat masjid yang
berperan pula sebagai madrasah yang digunakan anak-anak untuk belajar agama
setiap sabtu dan minggu.
Hal menarik lainnya, bahwa upaya
konservasi lingkungan termasuk penanama mangrove menjadi kurikulum di tingkat
SD, di mana pembelajarannya tidak hanya di dapat di kelas, tapi juga dengan praktek
langsung di lapangan.
Di tempat ini juga, kami makan siang
bersama warga, dihadiri pemerintah kecamatan dengan suasana yag sangat akrab
dan penuh kekeluargaan.
Proses diskusi dengan Pemerintah dan Komunitas Klong Prasong sub district tentang Fish House Project |
Sehabis melakukan kunjungan di kecamatan
KLONGYANG, kami lanjut ke kecamatan KLONG PRASONG yang berlokasi di pesisir
pantai yang langsung berhubungan dengan laut Andaman. Di tempat ini, kami
bertemu dengan Camat Klongyang dan unsur perwakilan pemerintah yang dipilih
langsung oleh masyarakat maupun kelompok pelayanan yang membangun ‘fish house’.
Fish House ini adalah areal konservasi
ikan untuk menjaga populasi ikan di pesisir wilayah, tetapi dapat memenuhi
kebutuhan warga setempat. Fish house ini dibangun, karena para nelayan
mengalami kondisi traumatik untuk menangkap ikan jauh ke tengah laut sehingga
dengan keberadaan wilayah konservasi ini di areal pesisir tetap tersedia cukup
banyak ikan untuk ditangkap nelayan.
Pelajaran penting di tempat ini adalah
lagi-lagi tingginya kesadaran warga terhadap ancaman Climate Change yang
kemudian mendorong mereka untuk mencari solusi terbaik yang selanjutnya menjadi
inovasi yang patut dicontoh melalui Fish House.
Hal sangat menarik lainnya adalah bahwa
pola “green economy” berdampak bagi perbaikan ekonomi warga, di mana terlihat
bahwa hampir di semua rumah warga selalu terlihat di garasi mereka mobil
keluaran terbaru, bahkan yang membuat saya tercengang adalah Camatnya
menggunakan kendaraan dinas merek Mercy E320, hmmm...mobil Camat di Bone hanya
Kijang Expo keluaran tahun 2003. “Kapan ya pemerintah dan masyarakat kita bisa
sejahtera seperti mereka?”, itulah kata-kata yang selalu muncul di benak saya
di sepanjang perjalanan menuju kota KRABI.
Kamis,
22 Agustus 2013
Kunjungan hari keempat diawali dengan
meeting bersama Pemerintah Provinsi Krabi di kantor Gubernur KRABI.
Berdiskusi Perencanaan Pembangunan dengan Gubernur Krabi |
Di tempat ini, kami diterima oleh
Gubernur, Wakil Gubernur urusan penanganan lingkungan, serta Kepala Badan
penanggulangan bencana provinsi Krabi. Sambutan Gubernur dan perangkatnya
sangat ramah dan baik, walaupun ketika pertama bertemu dengan beliau terbersit
dalam fikiran saya Pak Gubernur Krabi, mirip eyang subur ya?...hehehe. Tapi Pak
Gubernur ini lain loh dan kata Miss Fonn pendaping kami dari Raks Thai, sangat
suprise kami bisa ketemu langsung dengan beliau karena selama ini beliau sangat
sibuk (“Itulah hebatnya CARE International,” kata saya dalam hati...hehehe)
Pertemuan kami di ruangan rapat
gubernuran berlangsung sekitar 40 menit, di mana pertemuan diawali dengan
perkenalan dari mereka dan selanjutnya dari rombongan Raks Thai dan Indonesia.
Beliau (Gubernur) menjelaskan program-program yang dijalankan oleh pemerintah
provinsi Krabi yang fokus pada sektor kepariwisataan, pertanian, perkebunan,
dan perikanan, serta tentu saja untuk mendukung kesiapan pemerintah dan
masyarakat terkait mitigasi dan adaptasi perubahan iklim dan program konservasi lingkungan
diintegrasikan dalam perencanaan mereka mulai dari tahap perencanaan jangka
panjang (kurun waktu 5 tahun), jangka menengah (3 tahun), dan jangka pendek (1
tahun).
Berfoto bersama dengan Pejabat Provinsi Krabi |
Di tempat ini saya sempat terkejut
ketika Pak Gubernur menanyai kami tentang langkah pemerintah Indonesia terhadap
kebakaran hutan di Sumatera. Supaya tidak terkesan mati bola, saya jawab dengan
santai (just a joke) bahwa hal ini memang menjadi problem utama dihadapi pemerintah
Indonesia, dan pemerintah kami tetap melakukan langkah-langkah antisipasi untuk
itu, tapi masalah ini terkadang juga membanggakan kami karena untuk mengalahkan
malasyia dan singapura yang sering “nakal” ke Indonesia, maka tidak perlu
menggunakan kekuatan bersenjata tapi cukup dengan mengeluarkan asap di hutan
sumatera yang membuat Miss Fonn dan Gubernur mesem-mesem (kena loh...hehehe).
Apa yang disampaikan oleh Gubernur Krabi
tentang fokus pemerintahannya pada beberapa sektor khususnya tourism memang
sangat terasa ketika kami berkeliling seputar Krabi. Kota ditata sangat baik,
kondisinya juga sangat aman dan nyaman. Ruang-ruang publik dimenej dengan apik
dan bersih serta sangat terawat. Ini berdampak pada kualitas hidup masyarakat
yang kelihatan relatif sejahtera.
Di provinsi ini tidak ada taksi dan
pete-pete kecuali kendaraan sejenis Bentor (Becak motor) dan bus pariwisata
untuk turis. Hal ini karena hampir semua warga memiliki kendaraan pribadi. Tapi
jangan takut macet karena jalan-jalan mereka sangat lebar dan penataan lalu
lintas yang sangat baik.
Pelajaran penting dari hal ini adalah
komitmen pemerintahnya yang sangat kuat terhadap pembangunan daerahnya, sreta
satunya kata dengan perbuatan yang selalu menyertai perilaku pemimpin, sehingga
menjadi teladan bagi warganya. Coba bandingkan dengan pemimpin lokal kita
sebelum terpilih janji ditebar, tapi setelah terpilih jaring ditebar untuk
mencari peluang mencari keuntungan pribadi dan golongan...kasiaaannn.
Sehabis meeting dengan Gubernur Krabi,
kami melanjutkan perjalanan yang tak kalah mengesankannya, yakni menuju
kecamatan Khlong Prasong. Perjalanan menuju wilayah ini ditempuh dengan
menggunakan perahu khas Thailand, sejenis “katinting” kalau di Bone. Kecamatan
pesisir ini sangat terkenal sebagai wilayah konservasi lingkungan terbaik di
Thailand sekaligus obyek wisata mitigasi bencana.
Naik perahu ke Klog Prasong Sub district |
Di tempat ini, kami bertemu dengan
pemerintah kecamatan dan berdiskusi di kantor mereka. Yang menarik di tempat
ini adalah semua perangkatnya sangat “darwis” alias sadar wisata. Bayangkan
saja, mereka sudah menyiapkan warganya untuk menghadapi Asean Economic
Community tahun 2015, salah satunya dengan memprogramkan kursus bahasa. Sebab
mereka sadar di tahun-tahun kedepannya, akan banyak kunjungan dari negara-negara
Asean ke daerahnya yang harus mulai dipersiapkan (luar biasa, dan sepertinya di
negara kita : “jangankan pemerintah kecamatan yang berfikir seperti itu,
pemerintah provinsi kita saja belum pernah terfikir akan hal itu).
Berdiskusi bersama dengan Pemerintah Klong Prasong Sub District |
Pelajaran penting lainnya adalah karena
potensi yang begitu besar yang dimiliki kecamatan tersebut yang daerahnya
sangat rawan bencana (rumah warga di pesisir sudah empat kali berpindah, karena
erosi daratan) dikelola dengan sangat baik dan membuat semua warganya mencari
cara untuk mengantisipasinya, yang kemudian secara bersama membangun pertahanan
melalui pembuatan “tembok penahan” tsunami, arus pasang, serta badai topan yang
terbuat dari bambu sebagai penahan terluar dan selanjutnya penanaman mangrove
pada lapisan kedua dan tempok (block water) pada lapisan ketiga.
Ketiga “tembok penahan” tersebut
diupayakan dan dikelola secara bersama antara kelompok masyarakat, pemerintah
desa dan kecamatan, dan yang mencengangkan
adalah penggeraknya adalah kaum perempuan (ckckck....angkat dua jempol untuk
mereka), dan itu termanifestasi di foto saya atas kekaguman saya terhadap
kesadaran mereka). Dan yang paling menarik juga adalah apa yang mereka tanam
berupa mangrove memberi nilai tambah karena batangnya bisa diolah dan buahnya
diolah jadi sejenis minuman yang sempat kami cicipi.
Berfoto bersama dengan Komunitas yang melaksanakan aktvitas Bamboo Wall di Klong Prasong sub district |
Apa yang dijelaskan oleh Camat kepada
kami tentang pentingnya sektor pariwisata di tempat ini sangat jelas terlihat
dari banyaknya wisatawan yang data ke desa ini untuk melihat eksotisme desanya,
agrotourism serta sajian kuliner seafood dari beberapa jenis spesies hasil laut
yang langka. Wajar kemudian, ketika kami makan di pinggir sungai banyak sekali
yang datang, baik dengan menumpang perahu ‘katinting’ tak henti-hentinya decak
kagum terlontar dalam hati dan fikiran saya, luar biasa... ini pelajaran yang
sangat “excitied”.
Sehabis mengunjungi kecamatan Khlong
Prasong, kami kembali berkeliling seputar Krabi sambil menanti jadwal
keberangkatan kami kembali ke kota Bangkok.
Berfoto di depan restoran terapung yang banyak dikunjungi turis mancanegara di Klong Prasong Sub district |
Sekali lagi kami dibuat kagum dengan
kondisi lingkungan kota Krabi yang sangat bersih, tertata rapi, dan tidak
ditemukan perkampungan “kumis-kumuh dan miskin”, tidak ada jajaran ruko yang
semrawut, and finally dengan alunan nyanyian lagu “Jason Mraz-I am yours” yang
diputar di laptop Ibu Etty (pendamping dari CARE Jakarta), mengantarkan kami menuju Bandara Krabi yang
sekaligus sebagai akhir kunjungan indah dan mengesankan bagi kami di provinsi
Trang dan Krabi....and journey was continue at bangkok city, “bangkok..here I
come”.
B. Catatan
Lain Perjalanan Cross Visit (Kesan pada Managemen Perjalanan dan Pelayanan Raks
Thai).
Di bagian sebelumnya dari tulisan saya
tentang perjalanan kami di Thailand yang sangat excited, good learning,
happiness and filicity, tentu hanya bisa dicapai apabila penataan skedul dan
sarana & prasarana pendukungnya juga baik.
Berikut beberapa catatan tentang kesan
kami terkait manajemen perjalanan dan pelayanan pihak Raks Thai :
1) Manajemen
perjalanan mulai dari persiapan pemberangkatan di Bone hingga Makassar well
informated sehingga peserta dapat menyiapkan segala keperluan untuk
keberangkatan.
2) Keberangkatan
dari Makassar sampai ke Thailand begitu pula kembalinya dari Bangkok sampai
Makassar yang dikoordinir oleh CARE International Indonesia sangat profesional,
walaupun keberangkatan pesawat Garuda dari Makassar ke Jakarta sempat delay 2,5
jam yang membuat kami harus berjalan cepat mengejar final call pesawat Garuda
menuju Bangkok. Tapi secara keseluruhan
manajemen perjalanan dan pendampingan teman-teman CARE Indonesia sangat baik.
3) Pelayanan
teman-teman Raks Thai selama di Provinsi Trang dan Krabi juga sangat baik,
bersahabat dan penuh kekeluargaan, walaupun ada kendala komunikasi antar
peserta dan Raks Thai tapi berkat sinergi dan sikap bersahabat kedua pihak semuanya
berjalan sangat baik.
4) Jadwal
yang disusun sangat baik dan terstruktur yang mampu mendukung daya serap dan
pemahaman kami terhadap obyek-obyek yang kami kunjungi.
5) Fasilitas
perjalanan mulai dari penjemputan di airport Svharnabumi Bangkok, sampai ke
akhir perjalanan di Bangkok sangat baik dan layak, supir yang mengantarpun
sangat ramah dan bersahabat. Bahkan, terkadang “memaksa” kami bercakap-cakap
dengannya dengan dua bahasa yang berbeda, sehingga pasti tidak nyambung
(hehehe), tapi hal itu justru memberi warna yang lain dari perjalan kami.
6) Fasilitas
pesawat yang kami tumpangi mulai dari
Jakarta-Bangkok-Trang-Krabi-Bangkok-Jakarta, sangat baik on schedule khususnya
pesawat di Thailand. Serta yang menarik, saya baru menemukan Cabin Crew Air
Asia yang mengajak penumpangnya dialog sesaat sebelum pesawat take off, lucu
dan excited.
7) Penerimaan
pemerintah lokal, kelompok masyarakat dan individu di Trang dan Krabi province
sangat baik, ramah dan bersahabat.
8) Fasilitas
pendukung kegiatan khususnya di Trang dan Krabi cukup representative, natural
dan jauh dari kesan rekayasa. (biasanya kalau kita di Indonesia, terkadang kita
melebih-lebihkan sesuatu ketika menerima tamu).
9) Walaupun
secara umum semua manajemen pelayanan sangat baik, namun masih ada sedikit
keluhan dari kami yakni persoalan komunikasi yang masih sering terkendala,
serta padatnya jadwal kunjungan sehingga kadang-kadang kami kehilangan fokus di
akhir-ahir kunjungan setiap harinya.
Berbagai kesan ini mungkin bisa jadi
contoh bagi CARE International Indonesia ketika menerima rombongan Cross Visit
dari Thailand.
Demikian yang dapat saya
sampaikan mengenai laporan pembelajaran perjalanan cross visit ke Thailand dan
kesan mendalam yang kami rasakan. Sekali lagi terima kasih telah
mengikutsertakan saya dalam perjalanan luar biasa ini.
Salam,
Irwansyah Syahruddin
(Seperti yang
diceritakan via wechat oleh pak Irwansyah kepada Rahman Ramlan-DF Bone)
Posting Komentar