Berawal dari kegagalan Laptopku mengakses hotspot pada Warkop Dg Sija’ yang lokasinya berada di tengah kota, saya mencari tahu pada penjaga Warkop yang tidak bisa memberi solusi karena hanya hapal passwordnya tapi tidak tahu nama Hotspotnya. Di sudut ruangan, saya melihat seseorang yang sedang asyik menyeruput kopi dan mengisap sebatang rokok dengan ditemani sebuah laptop di atas meja. Saya berharap mendapat informasi dari orang itu. Saya segera mendekatinya.
“Maaf Pak, apakah laptop Bapak bisa mengakses hotspot di warkop ini?”, saya bertanya padanya. “O iya, passwordnya huruf kecil o delapan kali”, jawabnya. Saya menjelaskan padanya bahwa sebenarnya passwordnya sudah saya tahu, tapi laptop saya bermasalah, tidak bisa menemukan nama wifinya. Dia lalu meminta saya untuk membawa laptop saya kehadapannya untuk membantu menyambungkannya ke wifi Warkop.
Sambil dia mengutak-atik laptop saya, kami berbincang-bincang tentang Warkop itu yang menjadi tempat favoritnya nongkrong di waktu senggang. Saya tertarik dengan tampilan di layar laptopnya yang menayangkan sebuah Blog tentang kabupaten Bone. Dari situlah perkenalan kami dimulai, saya lalu memperkenalkan diri sebagai orang baru yang datang ke Bone untuk belajar tentang Bone khususnya wilayah pesisirnya. Dia lalu memperlihatkan saya beberapa blog yang dibuat sendiri yang menggambarkan tentang Bone dari berbagai sudut pandang. Bapak itu memperkenalkan dirinya bernama Mursalin (di blognya tertulis Mursalin, S.Pd,M.Si) dengan nama samaran Gitalara. Dia bekerja di Badan Promosi dan Penanaman Modal Daerah (BPMD) kabupaten Bone. Sebelumnya dia adalah seorang Guru Sekolah (SD, SMP, SMA), bahkan pernah menjadi Pengawas, hingga dipindahkan ke Badan PPMD Bone yang telah dijalaninya kurang lebih 7 tahun. Dia menyebut tahun kelahirannya 1958. Dia juga mengaku sebagai warga biasa yang peduli pada daerahnya.
Kegalauan hatinya melihat sejarah Bone yang mulai dilupakan dan tidak dikenal baik lagi oleh generasi sekarang, memberinya inspirasi untuk membuat sebuah Blog agar bisa dibaca oleh siapa saja terutama bagi generasi sekarang.
Saat saya menjumpainya, dia sedang menulis sebuah catatan di Blognya dan melengkapi sebuah data sekunder salah satu kecamatan dari 27 kecamatan yang ada di kabupaten Bone. Diketahui pula berdasarkan informasi terkini dari beliau, bahwa jumlah desa di kabupaten Bone telah berkurang dari 333 desa menjadi 331 karena ada 2 desa yang telah berubah menjadi kelurahan. Sehingga jumlah kelurahan menjadi 41 dimana sebelumnya berjumlah 39 buah.
Dia sempat mengkritik kinerja Website resmi Bone yang sekarang ini tidak dapat diakses karena kendala teknis. Dia menyebutnya sebagai sebuah keteledoran dari pengelolanya yang tidak memperhitungkan biaya pembuatannya. Dia menyebut sebuah kisaran angka ratusan juta rupiah. Sementara dia membuat website tentang kantornya hanya perlu mengeluarkan biaya sebesar 35 juta rupiah. Bahkan dia menawari saya cara membuat Blog dengan biaya 500 ribu rupiah saja.
Saya merasa beruntung bertemu Bapak itu. Perawakannya tinggi (kurang lebih 170 cm) dengan badan kurus dan ada tatto kecil di lengan kirinya tertulis sebuah nama yang saya lupa tulisannya. Dia juga menceritakan kehidupan pribadinya sebagai warga biasa yang berjuang meningkatkan martabatnya dengan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Selama hampir 2 jam kami mengobrol tentang banyak hal. Dia dengan semangatnya menjelaskan kepada saya bagaimana itu Bone dipandang dari sudut sejarah dan adat istiadatnya yang kental dan menjadi kebanggaan bagi warga dan pemerintahnya.
Dia mulai menceritakan awal 3 kerajaan besar yang ada di Sulawesi yakni Kerajaan Bone, Kerajaan Luwu dan Kerajaan Goa yang telah mewarnai proses kepemimpinan dan Bisnis di provinsi Sulawesi Selatan. Pada suatu waktu, ketiga kerajaan tersebut berkumpul di Bone dan membuat kesepahaman di sebuah tempat yang kemudian bernama Tana Bangkala (sebuah penamaan pada 3 gabungan tanah dari ketiga kerajaan itu yang berubah warna menjadi kemerah-merahan). Bahkan dia menjelaskan tentang perbedaan antara Hari Bone dan Hari Jadi Kabupaten Bone yang sebagian besar orang menganggapnya sama. Hari Bone menurut hasil penelusurannya lahir pada tahun 1330 (2 tahun setelah terjadi kesepakatan antara Raja Bone dengan Kerajaan China) , sementara hari jadi Bone jatuh pada tanggal 16 April 1959 saat Bone resmi terdaftar sebagai Kabupaten bagian dari NKRI. (Lebih lengkapnya dapat dibaca dalam blog yang ditulisnya).
Diceritakannya pula, bahwa Bone memiliki makna sebagai sebuah tempat yang tinggi (onggokan tanah yang berada di ketinggian dan didalamnya bersisi pasir yang putih kemerah-merahan). Sementara kata BERADAT yang menjadi semboyan kabupaten Bone dan banyak dijumpai di beberapa sudut jalan terutama di depan Rujab Bupati bermakna sebagai simbol bahwa Bone merupakan Daerah yang menjunjung tinggi nilai-nilai kearifan lokal yang sarat sejarah dan bermaksud untuk mengembalikan tradisi yang kuat itu dan menjadi acuan dalam pembangunannya.
Apa yang diceritakannya kepada saya, termuat di blognya dan website dan Blognya. Saya lalu diperlihatkan beberapa blog buatannya, seperti : www.telukbone.org, www.seputarbugis.blogspot.com ; www.sejarahbone.blogspot.com ; www.abbalukkengbone.com
Sebuah keberuntungan besar bagi saya di hari pertama menginjakkan kaki di Bone. Bertemu dengan orang yang tepat dan faham tentang sejarah dan perkembangan Bone secara mendalam. Bahkan mampu menuangkannya dalam bentuk tulisan dan foto dokumentasi yang permanen di dunia maya.
Perbincangan semakin menarik, manakala kawan saya-Aliyas datang dan melontarkan pernyataan dan pertanyaan yang semakin memperdalam perbincangan kami tentang masa lalu dan perkembangan Bone saat ini.
Kami lalu bertukar nomor telepon dan tidak lupa memberi saya alamat rumahnya yang juga sekaligus sebagai sekretariat lembaganya.
Saya mulai menemukan kawan baru yang tepat yang akan saya jajaki kemungkinan untuk membangun kemitraan dengan Organisasinya yang bergerak dibidang seni budaya dan sejarah (Lembaga TELUK BONE). Nama lembaga yang memiliki kesamaan dengan nama wilayah lokasi saya berprogram di CARE yakni wilayah Teluk Bone yang fokus di 4 kabupaten yakni Bone, Wajo, Luwu dan Luwu Utara.
Suara adzan yang menunjukkan waktu Ashar telah tiba, mengejutkan saya yang ternyata belum sempat makan siang. Aliyas lalu mengajak saya pulang, karena di rumah rupanya isterinya sudah menyiapkan kami santapan makan siang. Kami lalu berpamitan dan mengucapkan terima kasih atas kesempatan berbincang dengan beliau dan saling berjanji untuk bertemu lagi dalam waktu dekat. Bahkan dia tidak lupa untuk mengundang saya ke kantornya dan memperkenalkan dengan pimpinannya. Saya lalu mencatat nomor teleponnya : 081342081372, dan alamat emailnya : gitalara@yahoo.com. Dia juga memberikan alamat rumahnya yakni di BTN Timurama 2 Blok 10 No. 8, Jalan Sungai Musi, Watampone, Telepon/Fax : 0481-24777.
“Selamat datang di Bone Dinda”, sapanya sambil menyalami saya sebagai tanda perpisahan sementara. Dia sudah memanggil saya dengan Dinda, sebuah panggilan yang meruntuhkan pemahaman saya tentang makna panggilan atau sapaan di tanah Bone. Saya sendiri sempat kikuk harus memanggil apa kepadanya. Awalnya, saya ingin memanggilnya Puang (sebagaimana pesan dari berbagai pihak), tapi kemudian saya memanggilnya Bapak karena gaya bersahabatnya yang jauh dari kesan seorang Bangsawan, namun akhirnya menjadi Kanda, karena panggilan persaudarannya kepada saya. Dia mengatakan, bahwa saya sudah dianggapnya sebagai Saudara jauh yang baru tiba dari perantauan, dan sama-sama dari Suku Bugis. Sebelumnya saya memperkenalkan diri berasal dari Bantaeng tapi lahir dari Bulukumba yang sebagian besar penduduknya bersuku Bugis. Maka, semakin besarlah rasa penasaran saya kepada daerah ini.
What The Next ? Apa kejutan berikutnya? Let’s see.