Catatan menyambut Lokakarya Konsultasi CVCA tingkat Kabupaten Bone
Arah dan kebijakan Pembangunan Kabupaten Bone telah memprioritaskan penanggulangan kemiskinan sebagai salau satu program andalan untuk mengurangi angka kemiskinan sampai 10 % di tahun 2013 sesuai amanat RPJMD Kabupaten. Namun Perubahan iklim mengancam berbagai upaya Pemerintah Kabupaten Bone untuk memerangi kemiskinan. Dampaknya dapat memperparah berbagai risiko dan kerentanan yang dihadapi oleh rakyat miskin khususnya di daerah pesisir Bone, serta menambah beban persoalan yang sudah di luar kemampuan mereka untuk menghadapinya. Meskipun salah satu program prioritas pembangunan adalah penanggulangan kemiskinan, namun perubahan iklim menghambat upaya orang miskin untuk membangun kehidupan yang lebih baik bagi diri sendiri dan keluarga mereka.
Hasil kajian yang dilakukan oleh salah satu LSM International bekerjasama dengan Pemerintah Kabupaten Bone dibantu oleh Organisasi Masyarakat Sipil kabupaten Bone melalui Program Adaptasi Perubahan Iklim di 10 Desa/Kelurahan pesisir (Lonrae, Bajoe, Kading, Pallime, Latonro, Polewali, Angkue, Bulu-bulu, Ujunge, Kading dan Unra) pada bulan November 2011, telah menemukan sejumlah fakta-fakta bahaya yang mengancam sumber penghidupan warga, infrastruktur dan lingkungan hidup.
Dampak perubahan iklim paling mengancam kehidupan masyarakat miskin, kaum perempuan, anak-anak dan lansia. Perubahan cuaca yang ekstrim yang ditandai dengan musim kemarau yang mengakibatkan terjadinya kekeringan yang berkepanjangan membuat masyarakat miskin kesulitan memperoleh air bersih. Bahaya banjir juga telah menciptakan kerusakan pada sarana air bersih, dan umumnya di daerah pesisir kaum perempuan yang banyak mengambil peran dalam urusan ketersediaan air bersih di rumah tangganya.
Masyarakat sendiri dengan sumber daya yang dimilikinya pun telah melakukannya. Meski mereka tidak menyebutnya dengan istilah ‘adaptasi’, banyak yang telah berpengalaman dalam ‘adaptasi’ ini. Orang-orang yang tinggal di daerah yang rawan banjir, misalnya, sejak dulu sudah membangun rumah panggung. Para petani di wilayah yang sering mengalami kemarau panjang sudah belajar untuk melakukan diversifikasi pada sumber pendapatan mereka, misalnya dengan menanam tanaman pangan yang lebih tahan kekeringan dan dengan mengoptimalkan penggunaan air yang sulit didapat, atau bahkan berimigrasi sementara untuk mencari kerja di tempat lain.
Kapasitas yang dimiliki masyarakat dalam menangani masalah kerentanan tersebut masih terkendala oleh kemampuan sumber daya manusia, ketersediaan sumber daya financial, sumber daya fisik dan sistem kelembagaan.
Sementara itu, mekanisme perencanaan dan sistem penganggaran yang disusun oleh Pemerintah telah membuka ruang bagi masyarakat termasuk kaum perempuan untuk berpartisipasi aktif dalam berbagai tahapan proses perencanaan, termasuk memperjuangkan issu-issu perubahan iklim meskipun harus diakui masih butuh perjuangan lebih dalam proses penentuannya menjadi prioritas perencanaan dan penganggaran.
Strategi yang dilakukan Pemerintah dan masyarakat untuk menangani resiko bencana telah dilakukan baik oleh Pemerintah melalui institusi yang diamanahkan untuk itu, atau melalui upaya-upaya individu dan organisasi masyarakat sipil (OMS) bahkan melalui gerakan bersama, namun baru sebatas upaya responsif.
“Tudang Sipulung”, yang merupakan wadah stakeholders di bidang pertanian telah menjadi forum pembelajaran bersama dalam menangani masalah-masalah pertanian, sehingga patut untuk dipertahankan menjadi salah satu program andalan kabupaten dalam menangani dampak negatif perubahan iklim.
Yang masih perlu dilakukan sekarang ini adalah mengevaluasi dan membangun di atas kearifan tradisional (lokal) yang sudah ada itu untuk membantu rakyat melindungi dan mengurangi kerentanan sumber-sumber nafkah mereka.
Namun, bagaimanapun, satu-satunya cara bagi kita semua untuk beradaptasi terhadap perubahan iklim adalah dengan beralih ke bentuk-bentuk pembangunan yang lebih berkelanjutan, belajar untuk hidup dengan cara-cara yang menghargai dan serasi dengan lingkungan hidup kita. Mulai dari desa yang paling terpencil hingga ke perkotaan yang paling modern kita semua merupakan satu kesatuan sistem alam yang kompleks, dan rentan terhadap berbagai kekuatan alam. Begitu iklim berubah, kita mesti berubah pula, dengan cepat.
Oleh karena itu menyambut kegiatan Lokakarya Konsultasi hasil CVCA (Climate Vulnerability and Capacity Analysis)-Kerentanan terhadap iklim dan analisa kapasitas, yang akan dilakukan pada hari ini Jumat, 30 maret 2012 di kantor Bappeda & Statistik Kabupaten Bone, diharapkan dapat memberikan klarifikasi atas sejumlah temuan dari hasil assesment tersebut, untuk menjadi bahan kajian para pengambil kebijakan dalam menentukan strategi yang tepat untuk memperkuat ketahanan masyarakat pesisir dalam menghadapi dampak negatif perubahan iklim.(RaRa.29.03.2012)