Desa Angkue merupakan salah satu Desa Pesisir lokasi program BCR CC di kabupaten Bone. Terletak di Kecamatan Kajuara, berjarak 76 KM dari pusat Ibu Kota Watampone. Menurut data Badan Pusat Statistik tahun 2010, Desa Angkue memiliki jumlah penduduk sebanyak 1.251 Jiwa dengan rincian sebanyak 644 orang perempuan dan 607 orang laki-laki. Memiliki luas 2,50 Km2, yang didiami oleh 284 KK.
Pada akhir tahun 2011, Tim BCRCC melaksanakan Assesment CVCA. Hasilnya diketahui Mata Pencaharian Utama warga Desa Angkue adalah Nelayan tangkap dan budidaya, serta Petani Tambak. Terancam oleh ombak besar dan air pasang yang berdampak pada terkikisnya daratan (abrasi), air pasang mudah naik ke kawasan pemukiman, dan merusak pematang tambak.
Informasi bahaya ancaman tersebut yang diperoleh melalui Assesment, telah menarik minat bagi Konsultan Kementerian Pariwisata dan ekonomi kreatif yang hadir di kabupaten Bone baru-baru ini. Melalui seorang mitra CARE yang bersama-sama merancang Blog API (Adaptasi Perubahan Iklim) kabupaten Bone, Mursalin (staf Kantor Promosi dan Penanaman Modal), informasi tersebut disampaikan kepada Tim Konsultan Kementerian yang sedang mencari lokasi proyek Penanganan Abrasi terintegrasi dengan wisata.
Menurut Febriyan (pimpinan Konsultan) yang menangani proyek tersebut, bahwa sudah ada rekomendasi beberapa desa pesisir yang mereka dapatkan, namun informasi dari Tim BCRCC dianggapnya lebih akurat karena didukung data yang cukup (ada dokumentasi foto dan peta bahaya) yang dibuat secara partisipatif oleh masyarakat.
Untuk membuktikan data tersebut, DF BCR CC Bone diminta untuk mendampingi Tim Konsultan melakukan survey langsung ke Desa Angkue. Maka pada hari Sabtu, tanggal 28 Juli 2012, rombongan Tim Konsultan berangkat ke lokasi, setelah sebelumnya mengontak Kepada Desa Angkue, Abdul Haris dan Fasilitator Desa-Relawan API, Mansyur memberitahukan rencana kedatangan “tamu dari Jakarta yang akan melakukan survey”.
Rombongan Konsultan yang berjumlah 5 orang, kami antar menemui Kepala Desa di rumahnya untuk selanjutnya bersama Sekretaris Desa dan Fasilitator Desa meninjau lokasi, menelusuri pesisir Desa Angkue yang terkena abrasi.
“Dulu, bukit tersebut menyatu dengan daratan pemukiman. Tapi sekarang terpisah dari daratan dan hanya bisa dikunjungi bila keadaan air surut.”kata Abdul Haris, sambil menunjuk sebuah bukit yang berjarak sekitar 50 meter dari tempat kami berdiri di tepi pantai.
“Pada tahun 1990-an saat terjadi gempa di Flores, bukit tersebut tampak seperti benteng yang melindungi perkampungan”, sambung Mansyur, menceritakan kejadian tentang bukit yang dinamai Bukit Lempongtoa.
Tim Konsultan tampak gembira menemukan lokasi yang tepat. “Saya senang dengan lokasi ini, kita akan buat rancangan proposalnya segera,”seru Syafril, salah seorang konsultan yang menangani pemetaan lokasi, sambil memperlihatkan GPRS yang dipegangnya kepada konsultan lainnya.
Selama kurang lebih 3 jam, Rombongan melakukan observasi, transec dan berdiskusi dengan Pemerintah Desa dan Masyarakat.
Kesempatan tersebut, saya manfaatkan untuk meninjau calon lokasi demplot budidaya rumput laut yang rencananya akan ditempatkan di Desa Angkue untuk kecamatan Kajuara.
“Mari kita semua berdo’a, semoga apa yang kita impikan selama ini-adanya tanggul penahan ombak di Desa Angkue, dapat terwujud melalui proyek sedang dirancang oleh tamu kita dari utusan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Jakarta”, pinta Abdul Haris dihadapan warganya sesaat setelah Shalat Berjamaah di Masjid Raya Desa Angkue mengakhiri kunjungan rombongan.
(RaRa.28.07.2012)
Posting Komentar